Saat Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung



              Datangnya Islam mampu meluluhkan dunia. Arab, negeri jahiliyah pun mampu berubah menjadi mulia. Arsitektur kuno pun berubah menjadi megah, indah dipandang mata. Wanita, sosok yang dipandang rendah, yang hanya jadi pemuas nafsu belaka, kemudian menjadi dimuliakan bak seorang ratu calon bidadari Surga. Bertitik tolak di Madinah, kemuliaaan tegaknya Islam kemudian mampu menyentuh 2/3 dunia. Ini bukti bahwa kedatangan Islam adalah rahmat bagi semesta, bukan hanya untuk Arab saja.

              Berbicara mengenai wanita, sungguh banyak hal menarik darinya, ia bahkan sering disandingkan dengan harta dan tahta. Wanita disebut perhiasan dunia untuk ia yang sholehah, dan racun dunia untuk ia yang sering mengumbar keindahannya hingga menjadi fitnah.

              Saat seorang wanita telah berkeluarga, tugas menjadi seorang istri dan seorang ibu harus diembannya. Mencari nafkah bukanlah tugasnya. Namun, apa jadinya ketika krisis ekonomi melanda? Rasanya, tidak cukup pendapatan hanya dari suami saja. Masalah seperti ini sudah acap kali terjadi, sehingga memaksa seorang wanita untuk mengemban tugas sebagai tulang punggung pula. Bekerja bagi wanita bukanlah hal yang salah, namun apakah pekerjaan di zaman kapitalisme seperti saat ini bisa menjamin tetap memuliakan wanita? Apakah setelah wanita bekerja, tugasnya sebagai seorang ibu dan istri tidak terabaikan? Hal seperti ini harus ditelisik. Melihat pada fakta sekarang, lapangan kerja justru banyak tersedia untuk wanita. Mengapa? Karena keindahan yang ada pada diri wanita, bisa menjadi daya tarik konsumen, sehingga pekerja wanita cenderung lebih menguntungkan. Untuk memuluskan pekerjaan, tidak jarang perusahaan menuntut karyawannya berpenampilan menarik, mulai dari keharusan menggunakan make up, sampai larangan menggunakan hijab. Naudzubillah, tidak jarang yang rela mempertaruhkan keimanan demi bisa bekerja. Ini sungguh membuat wanita melepaskan kemuliaanya sendiri, karena salah satu kemuliaan wanita adalah dengan hijabnya.

Ditambah lagi, beberapa pekerjaan menuntut seseorang untuk bekerja seharian. Bisa terbayangkan, jika wanita disibukkan dengan pekerjaannya di luar rumah seharian, dan setelah kembali ke rumah, ia sudah terlalu lelah. Lantas, bagaimana perannya sebagai Ummu wa Robatul Bait (Manajer Rumah Tangga)? Bagaimana perannya sebagai Madrasatul Ula (Sekolah pertama)? Siapa yang mengurusi urusan anak dan suaminya? Jika hal ini terjadi, komunikasi antar anggota keluarga menjadi jarang, keutuhan keluarga menjadi terancam.

Timbul masalah lain lagi, yaitu ketika gaji istri lebih besar dari gaji suami. Bukan hal yang tidak mungkin, seorang istri bisa merasa lebih tinggi derajatnya, apalagi jika paham feminisme telah memimpin fikirannya untuk menentang patriarki. Sebagai seseorang yang tercipta dari tulang rusuk yang bengkok dimana notabene mudah patah, sudah sepatutnya wanita adalah sosok yang dijaga, ia adalah sosok yang dipimpin, bukan yang memimpin. Jika wanita dengan paham feminismenya menjadi sosok yang tidak mau dipimpin, lagi-lagi keutuhan keluarga yang akan terancam.

Masalah-masalah seperti ini memang sangat rumit, bahkan situasi dan kondisi yang justru mendukung wanita keluar dari kodratnya. Tidak heran, karena kita hidup di era Kapitalisme, Liberalisme, dan Sekularisme. Berbeda dengan Islam, yang senantiasa menempatkan wanita sesuai dengan kodratnya.

          Bekerja boleh, tapi jangan sampai mempertaruhkan keimanan, dan jangan sampai mengabaikan tugas utama J. Tapi, jika melihat lapangan pekerjaan yang tersedia di era kapitalis saat ini, sangat sulit menemukan yang bisa tetap dalam lingkaran keimanan dan kodrat wanita, sehingga lebih baik tidak bekerja, juga karena wanita memang bukan tulang punggung, tapi tulang rusuk. Konsep kunci seorang wanita adalah sebagai seorang ibu dan penjaga rumah suaminya.

#SaveTheFamily
#KhilafahAjaranIslam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hai Tayo

Pendeklarasian Variabel Pada Javascript