[ROHIS TIDAK MENARIK]
Hari yang tenang itu semakin jauh dari ekpektasi, kala
semakin banyak generasi pejuang yang lahir dari ROHIS.
ROHIS? Apa itu? Sebelumnya ia tak pernah menyapa telingaku.
Sembari berfikir, tiba-tiba saja aku melihat sosok-sosok perempuan
bergamis abu-abu dan berkerudung putih besar, serta sosok-sosok lelaki
berseragam putih panjang dengan celana abu-abu. Mereka menamakan diri mereka
ROHIS.
“Oh, tidaaakkkk! Siapa mereka? Oh my God, tolong lah aku,
aku masih polos. Aku tidak mau jadi teroris”, sontak saja aku berteriak
menjerit dalam hati.
Aku saat itu tak ubahnya anak remaja baru yang agak sedikit
alay, mungkin zaman yang mengajarkanku untuk cepat men-judge sesuatu tanpa
perlu berfikir.
“Ah tidak, aku tidak boleh menyalahkan zaman, seharusnya aku
bisa lebih pandai dalam menyikapi sesuatu.”, fikirku.
Tiba-tiba ....
“Hai Clatilda, mau masuk ROHIS ? Kayaknya ROHIS menarik.”,
ajak Rika, teman baruku.
“Nggak dulu ah Rik, hehe, aku mau masuk ekskul matematika.
Lagipula aku sebenarnya ga tertarik.”, jawabku.
“Ok ok deh Da, itu kan pilihan kamu, aku mau ngambil formulir
ROHIS, aku ke stand dulu ya.”
“Sip.”
Beberapa hari kemudian ...
(Jam Istirahat)
“Da, jajan yuk”, ajak Rika.
“Yuk”.
“Assalamualaykum Rika”, sapa senior ROHIS kepada Rika di
jalan sambil berjabat tangan.
“Wa’alaykumussalam kak Syifa.”
Tak lupa, kak Syifa pun menjabati tanganku.
“Tapi aku kan bukan anak ROHIS”, fikirku.
Aku dan Rika pun melanjutkan jalan ke kantin ....
“Eh, Rik, jabat tangan udah budaya anak ROHIS?”
“Bukan sekedar budaya Da. Jadi, setiap jabat tangan itu, ada
dosa yang gugur J,
penyambung tali silaturahmi juga. Kadang juga cipika cipiki Da”.
“Waaaah. Jadi, sama laki-laki juga kamu jabat tangan dan
cipika cipiki?”, tanyaku bercanda.
“Nggak lah Da, ada-ada aja.”.
Walaupun tidak sengaja, aku semakin sering berkumpul dengan
ROHIS, ikut dengan Rika. Otomatis, aku semakin banyak tahu tentang mereka. Ternyata,
dominasi dari mereka adalah siswa yang berprestasi, banyak yang jadi juara
kelas. Bahkan, di antara mereka adalah juara umum sekolah. Masalah akhlak dan
pola fikir tak diragukan lagi. Mereka pun semakin dewasa dalam menyikapi
permasalahan. Aku juga tertarik karena perempuan dan laki-laki dipisah dalam
kegiatan apapun. Oh iya, masalah jabat tangan, keramahan, dan kebiasaan anak
ROHIS lainnya itu juga menarik.
“Waduh Clatilda, kamu tertarik dengan ROHIS? Wah gawat, aku
tertarik, aku harus cepat daftar ROHIS !!!!!!!!!”, fikirku.
Sekarang aku mengerti, ROHIS memang tidak menarik untuk
mereka yang tak mengenalnya.
Dulu aku salah, karena terlalu cepat menyimpulkan tanpa
berfikir dahulu. Dan aku akhirnya sadar, kebangkitan itu berasal dari
pemikiran. Sesuatu yang dilahirkan dari proses berfikir, pasti hasilnya
cemerlang.
Satu lagi, aku pernah berkata ‘Hari yang tenang itu semakin
jauh dari ekpektasi, kala semakin banyak generasi pejuang yang lahir dari ROHIS’.
Ya, itu memang benar bagi mereka yang menjadikan kapitalis atau sosialis sebagai
standar hidup, karena banyaknya generasi pejuang Islam tak lain hanya akan
mengancam kehidupan mereka yang berdiri atas asas materi.
Mantapp :)
BalasHapus